Israel sebagai Bangsa Anarkis (Bagian II: Kegagalan Raja-Raja Manusia)

oleh Mikhail Isaiah

Saul, raja pertama Israel, menyerang Daud yang bermain kecapi.

Dalam tulisan sebelumnya (baca dahulu: Israel sebagai Bangsa Anarkis (Bagian I: Allah Satu-Satunya Raja)), saya sudah menjelaskan mengenai bentuk kehidupan sosial-politik umat Israel sebagai bangsa anarkis hingga kemunculan Kerajaan Israel yang pertama dipimpin oleh Saul. Ini adalah penggenapan, dan dipenuhi kecemburuan oleh Tuhan, atas umatnya, sesuai dengan perjanjian yang ditetapkan dalam Ulangan 17:14-20 yang perlu ditekankan kembali dalam tulisan ini:

“Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, dan telah mendudukinya dan diam di sana, kemudian engkau berkata: Aku mau mengangkat raja atasku, seperti segala bangsa yang di sekelilingku, maka hanyalah raja yang dipilih Tuhan, Allahmu, yang harus kau angkat atasmu. Dari tengah-tengah saudara-saudaramu haruslah engkau mengangkat seorang raja atasmu; seorang asing yang bukan saudaramu tidaklah boleh kau angkat atasmu. Hanya, janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir untuk mendapat banyak kuda, sebab Tuhan telah berfirman kepadamu: Janganlah sekali-kali kamu kembali melalui jalan ini lagi. Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri, supaya hatinya jangan menyimpang; emas dan perakpun janganlah ia kumpulkan terlalu banyak. Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada pada imam-imam orang Lewi. Itulah yang harus ada di sampingnya dan haruslah ia membacanya seumur hidupnya untuk belajar takut akan Tuhan, Allahnya, dengan berpegang pada segala isi hukum dan ketetapan ini untuk dilakukannya, supaya jangan ia tinggi hati terhadap saudara-saudaranya, supaya jangan ia menyimpang dari perintah itu ke kanan atau ke kiri, agar lama ia memerintah, ia dan anak-anaknya di tengah-tengah orang Israel.” Continue reading

Anarkisme dan Kekristenan

“Jesus before Pilate before his death” karya DeAgostin

oleh Marlow

Dunia Kristiani (christendom) adalah upaya umat manusia untuk kembali berjalan dengan keempat kakinya, untuk menyingkirkan Kekristenan, untuk melakukannya dengan sopan dengan dalih bahwa ini adalah Kekristenan, dengan mengklaim bahwa ini adalah kekristenan yang sempurna. Dalam Kekristenan-nya Christendom, salib telah menjadi sesuatu seperti mainan kuda-kudaan dan terompet bagi anak-anak (Kierkegaard, 1968, hlm 260) Continue reading

Penggusuran Paksa di Tamansari

Telah terjadi penggusuran paksa terhadap warga kampung kota Tamansari di Bandung pada 12 Desember 2019. Pemerintah tidak memiliki dasar hukum apapun dalam melaksanakan penggusuran secara paksa dan mendadak tanpa pemberitahuan waktu yang jelas. Faktanya proses gugatan izin lingkungan oleh warga Tamansari masih berjalan di PTUN. Selain itu Pemerintah Kota Bandung sampai saat ini masih belum bisa menunjukkan bukti kepemilikan terhadap tanah warga Tamansari. Satpol PP juga tidak menunjukkan surat tugas dan berita acara pada saat pelaksanaan penggusuran kepada kuasa hukum warga Tamansari. Saat ini Warga RW 11 Tamansari membutuhkan tenda besar untuk berteduh, dapur umum dan bahan makanan untuk kebutuhan makan warga, juga dibutuhkan peralatan medis. Korban penggusuran terdiri dari 11 Kepala Keluarga, dengan 10 laki-laki dan 23 perempuan. Mereka adalah 33 orang dewasa, dengan 7 anak bayi dan balita serta 11 anak 5 tahun ke atas.

Donasi bisa dikirimkan melalui nomor rekening:

BCA 7771795432 a/n Shella Karina

Untuk info silahkan hubungi nomor:

0877 3634 4115 atau

Instagram: @tamansarimelawan

Leo Tolstoy: Sang Pangeran Kedamaian

oleh Peter Marshall

Tolstoy merasa tak nyaman disebut anarkis. Maklum, makna populer anarki selalu dikaitkan dengan kekerasan. Kendati begitu, dia termasuk pemikir anarkis terbesar karena pembelaannya akan kebebasan yang amat elok dan masuk akal. Seperti Bakunin, Tolstoy berasal dari kalangan aristokrat Rusia. Bedanya, Tolstoy menolak keras panggilan revolusi kekerasan. Politik Tolstoy tidak mungkin terlepas dari pandangan-pandangan moralnya yang didasarkan pada versi non-ortodoks dari agama Kristen. Dia tampil sebagai pengritik tajam kecurangan pemerintah, imoralitas patriotisme dan bahaya milititerisme. Dia tidak hanya berupaya hidup menurut prinsip-prinsipnya — betapa pun tidak berhasilnya – tapi juga anarkisme-relijiusnya melahirkan banyak komunitas pengikut Tolstoy (kaum Tolstoyan). Demikianlah, Tolstoy  menggoreskan pengaruh utama yang membentuk filsafat non-kekerasan Gandhi dan berlanjut mengilhami kalangan luas pasifis libertarian. Continue reading

Israel sebagai Bangsa Anarkis (Bagian I: Allah Satu-Satunya Raja)

oleh Mikhail Isaiah

Orang Israel meminta Samuel mengangkat raja bagi mereka.

“Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel, setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.”

Hakim-Hakim 21:25

Jauh sebelum Kerajaan Israel dan Yehuda berdiri, Israel adalah bangsa anarkis. Menurut seorang sarjana Alkitab, Kenneth Kitchen, sejak zaman penaklukan Kanaan oleh Yosua sampai dengan pembentukan Kerajaan Israel dan Yehuda yang pertama (sekitar 1150–1025 SM), suku-suku Israel telah membentuk konfederasi longgar. Dalam konsepsi ini, tidak ada pemerintah yang terpusat. Kita dapat memperhatikan dalam Alkitab bahwa bangsa Israel hidup dalam komunitas kesukuan yang otonom dengan praktik ibadah yang lebih terdesentralisir. Sementara bukti arkeologis menunjukkan bahwa masyarakat Israel purba hidup dalam pusat-pusat seperti desa, tetapi dengan sumber daya yang lebih terbatas dan populasi yang kecil. Desa-desa memiliki populasi hingga 300 atau 400, yang hidup dari bertani dan menggembala, dan sebagian besar swasembada; pertukaran ekonomi adalah hal lazim (Miller, 2002; McNutt, 1999). Continue reading